Assalamualaikum temen-temen, semoga Allah melindungi, memberkahi dan meridhoi setiap aktifitas kita. aamiin..
Oiya apa sih cita-cita kalian saat masih kecil. Cita-cita anak kecil itu gampang ketebak yaa, pasti gak jauh-jauh dari cita-cita pengen jadi dokter, jadi polisi, jadi guru dll. Dulu saya punya cita-cita jadi dokter, soalnya dokter itu bisa nolongin orang yang kesakitan, bisa nyembuhin orang, daan kalo jadi dokter uangnya itu banyak sampe laci aja gak cukup buat nyimpen uangnya (itu kata ayah saya dulu).. hehehe..
Cita-cita jadi dokter ini disimpen di hati, berusaha belajar keras supaya jadi kenyataan. Tapi makin besar, ketemu banyak realitas kehidupan, halangan & rintangan (halah gaya), cita-cita itu gak terwujud karena 2 hal. Pertama karena saya kurang pinter, otaknya gak mampu buat nerima pelajaran sebagai dokter,hahaha that's the point. Kedua karena gak ada uang buat masuk universitas tinggi dan masuk jurusan kedokteran. Akhirnya cita-cita itu di tutup rapet-rapet pake kunci ganda terus di gembok anti gergaji.
Saat itu keadaan ekonomi keluarga kami masih labil, gak ada penopang kuat dalam hal keuangan. For your info, ayah saya meninggal tahun 1999, almarhum ayah meninggalkan kami dengan usaha warung sembako. Warung sembako ini alhamdulillah cukup untuk kehidupan sehari-hari. Untuk mencukupi kehidupan keluarga kami, mamah nambah pemasukan keluarga dengan jualan gado-gado dan masakan. Sekitar tahun 2002an, 2 abang saya masih kuliah semester awal dan saya masih SMP, alhamdulillah di kasih kemudahan sama Allah masih bisa sekolah, tapi salah satu abang saya harus berhenti kuliah karena gak ada biaya. Sekitar tahun 2005 keadaan ekonomi kami sedikit membaik, kami memiliki usaha distributor yang lumayan besar waktu itu. Tapi gak lama kami bangkrut karena satu dan lain hal. Yaa itu, jadi pas tahun 2008 saya lulus SMA, gak ada perencanaan dana untuk saya melanjutkan pendidikan. Miris ya,hehehe... senyum, Alhamdulillah. Bersyukurlah buat temen-temen yang bisa kuliah dari uang orang tua tanpa harus liat kantong ayahnya atau mamahnya, tanpa harus nanya ada uang atau engga buat kuliah. :-)
Jadinya saya gimana? Jadinya saya jalanin hidup aja mengalir tanpa ada cita-cita, tanpa ambisi, dan tanpa ada harapan lebih, karena takut, takut gak terwujud lagi seperti dulu.hehehe sok melankolis yah.
Karena mamah jadi tulang punggung keluarga saat itu, mamah jadi sibuk banget, saya ngerasa mamah gak care sama saya, saya ngerasa mamah gak pernah ada buat saya (maklum dulu kan saya masih menjabat sebagai anak alay hihihi..). Jadilah saya menjauh dari mamah, menutup diri dan membangkang. Perilaku buruk saya itu tercipta karena asumsi-asumsi buruk yang saya ciptakan sendiri. Setiap ada masalah di sekolah saya pendem dalam hati, gak pernah cerita sama mamah. "Emang mamah ngerti apah sama masalah saya? Emang mamah peduli apah sama saya?" Pertanyaan itu yang di puter terus-terusan di otak saya.
Tapi lama-lama saya liat wajah mamah yang makin menua, wajah yang jarang senyum, wajah yang sering menitik-kan air mata secara sembunyi-sembunyi, dan wajah yang selalu tampak kelelahan namun berusaha di tutupi. Liat semua itu tiba-tiba nih hati bisikin sesuatu, "Kalau gak bisa bikin mamah bahagia, seenggaknya jangan bikin mamah nangis. Liat baik-baik mamah, siapa yang mau melindungi&membesarkan hatinya kalau bukan saya anaknya. Yang kesepian karena di tinggal ayah bukan cuman saya, pasti mamah juga merasakan hal yang sama bahkan mungkin lebih berat lagi di tinggalkan suaminya dan berjuang sendiri menghidupi dan membesarkan kami anak-anaknya." Dari situ saya coba berdamai dengan mamah, saya bangun kepercayaan sama mamah dan saya hancurkan tembok tinggi yang tercipta dari asumsi buruk yang telah memisahkan saya dan mamah. Pelan-pelan saya buka hati saya, berbagi cerita apapun dan saya menjadikan mamah memiliki multiperan dalam hidup saya (jadi ibu, jadi sosok ayah, jadi sosok kakak perempuan, jadi sosok sahabat yang asik buat diskusi).
Dalam surat Luqman[31]:14 Allah berfirman : "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu."
Alhamdulillah nikmat Allah yang tak terhingga. Saya bersyukur punya kedua orang tua yang hebat, dan alhamdulillah gak pernah muncul perasaan menyesal di lahirkan di keluarga ini. :-)
Permasalahannya sekarang, saya ingin keluarga saya terutama mamah bangga akan saya. Tapi bingungnya rasanya saya gak punya keahlian khusus, potensi istimewa atau sesuatu hal yang bisa di banggakan, yang bisa di persembahkan kepada keluarga dan orang tua.
Sampai suatu ketika saya terarik dengan materi ceramah Ustadz Yusuf Mansur Hafidzahullah. Pembawaan gaya ceramahnya easy listening, mudah di mengerti, down to earth, dan tata-bahasanya gak seperti orang yang menggurui, malah kerasa kaya diajak dan di contohin sama beliau atas praktek amal shalih. Beliau ini masuk dalam list ustdz favourite yang saya kagumi. Semua orang di Indonesia ini pasti mengenal beliau dengan baik. Terlebih beliau adalah seorang Hafidz Qur'an pelopor ODOA (menghafal dengan metode one day one ayat). Dulu nih sebelum beliau tenar, saya menganggap bahwa seorang Hafidz Qur'an itu hanya berasal dari kalangan asatidz atau mubaligh. Tapi beliau bikin gebrakan dan menyemangati bahwa semua orang bisa jadi seorang Hafidz atau Hafidzah Qur'an. Dalam hati saya bilang, "Masa sih? Saya mau jadi Hafidzah Qur'an tapi huruf hijaiyah aja saya masih sering keliru membacanya, bagaimana caranya? Mungkinkah saya?" Saya selalu merasa Al-Qur'an itu sulit di baca dan pasti sulit untuk di hafal.
Dalqm surat Yusuf[12]:2 Allah berfirman : "Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran dengan berbahasa arab, agar kamu memahaminya."
Dari ayat itu muncul semangat dalam diri saya, bahwa semua itu gak sesulit yang di bayangkan dan Insya Allah saya pasti bisa. Mulai tuh say cari guru buat ajarin saya lancar baca huruf hijaiyah, alhamdulillah saya menemukannya namun sayang saya gak bisa belajar lebih lama karena guru saya itu masih sibuk kuliah dan menghadapi praktek kerja lapangan. Dari situ saya mulai mencari tempat mana yang bisa nerima murid yang mau belajar Qur'an dan menjadi hafidzah Qur'an. Ternyata cuman sedikit yang saya tau dan biasanya lokasinya jauh dari rumah (keberatan ongkos hehehe).
Sebenernya udah males nyari rumah-rumah tahfidz, tapi nih hati tetep ngehibur, "Gak boleh putus asa, terus berdoa sama Allah, sabar...sabar... bentar lagi pasti ketemu rumah tahfidz yang pas..sabar.." Alhamdulillah selang satu tahun di deket rumah saya ada TK yang juga punya fasilitas Tahfidz Qur'an untuk semua umur. Innalhamdulillah... wohoooooo saya seneng tapi gak pake loncat karena kegirangan. :-D
Katanya gak punya cita-cita lagi, tapi itu kekeuh banget pengen jadi hafidzah Qur'an? Iya, alhamdulillah Ustadz Yusuf Mansur membangunkan dari tidur panjang saya bahwa cita-cita itu ada, bahwa mimpi itu bisa terjadi asalkan kita yakin, dan bahwa perlunya memperpanjang harapan tidak hanya di dunia namun, harus tembus ke akhirat. Selain beliau, Motivasi utama saya pengen jadi hafidzah Qur'an adalah orang tua, ayah&mamah. Ustadz Yusuf Mansur pernah membacakan hadits Nabi tentang hafidz Qur'an.
"Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah 'alaihi wa sallam bersabda, : "Penghafal Al-Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Qur'an akan berkata: Wahai Tuhanku bebaskanlah dia, kemudian orang itu di pakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al-Qur'an kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu di pakaikan jubah karamah. Kemudian Al-Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang di bacanya tambahan nikmat dan kebaikan." (HR. Tirmidzi, hadits hasan {2916}, Inu Khuzaimah, Al-Hakim, ia menilainya hadits shahih)
Siapa yang membaca Al-Quran, mempelajarinya, dan memgamalkannya, maka di pakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orangtuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah di dapatkan di dunia. Keduanya bertanya, "Mengapa kami di pakaikan jubah ini?" Dijawab, "Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari al-Quran." (HR. Al-Hakim)
Yes betul.. cita-cita saya di masa ini adalah bisa mempersembahkan jubah karamah itu buat ayah&mamah. Menjadi anak shalihah yang bisa dibanggakan orang tua saya saat bertemu Allah kelak. Walaupun sulit, walaupun berat tetep saya harus mengusahakan pencapaian itu. Karena cuman itulah yang bisa saya usahakan, karena ayah gak liat saya tumbuh dewasa di dunia ini, kami berpisah di dunia ini dengan ayah. Tapi Insya Allah kami bisa berkumpul di surga kelak, mohon doa ya temen-temen. Yaa itulah harapan saya sekarang.
Saat ini menurut mamahku, usia saya sudah beranjak dewasa dan waktu yang tepat buaaaattt, MENIKAH!!! uhuk..
Try to be honest, gak tau kenapa hati ini masih ngerasa nyantai banget buat prospek itu, hehehe..
Terlebih ada rasa segan gitu sama yang namanya pernikahan. Bukan gak mau nikah yaa? Bukan, bukan hehehe.
Tapi menurut saya setiap orang yang membutuhkan sebuah ikatan pernikahan haruslah mempersiapkannya dengan matang. Saya cuman gak mau alasan saya menikah, karena umur yang mepet, menikah karena harta, karena tampan, karena bosan di rumah, dll, menjadi alasan utama. Saya hanya memiliki opini bahwa pernikahan adalah proses upgrade diri menapaki kisah kehidupan dalam ketaatan. Bersama pasangan saling tuntun menuntun hingga ke jannah dan menjaga mereka, anak-anak keturunan kita agar berada dalam keimanan dan berpijak pada akidah islam yang kokoh. Maka tentu yang harus di persiapkan adalah ilmu.
Sebagai seorang perempuan -ya iyalah- kita memiliki 3 dimensi peran yang berbeda. Pertama-tama seorang perempuan berperan sebagai anak dengan limpahan kasih sayang keluarga, saudara dan ayah-ibunya. Kedua seorang perempuan sedikit naik level ke peran yang di sebut istri, dalam level ini perempuan mendapat limpahan kasih sayang dan cinta dari seorang suami namun dia juga harus sabar, tegar, kuat dan sigap dalam mendukung, menghibur dan membantu suami kala dirundung duka. Level selanjutnya adalah peran sebagai ibu, nah ini kita tidak hanya harus penyayang, tegar, kuat, sigap, namun cerdas karena kita adalah madrasah pertamanya dalam menimba ilmu agama maupun kehidupan.
"Setiap saya merasa malas mencari ilmu, saya selalu ingat bahwa anak-anak saya kelak memiliki hak diajarkan dari seorang ibu yang cerdas." Kurang lebih itu pepatah bijak yang selalu di pasang sebagai display picture BBM teman-teman saya. Quote itu juga menyentak hati saya, memberi semangat untuk terus berlari mengejar ilmu. Emang butuh ilmu apa buat ngedidik anak? Kan udah sekolah sampe SMA bahkan kuliah, pasti udah cukup dong ilmunya? Belum temen-temen. Saya rasa belum.
Saya sekarang sedang mengkaji islam yang sempurna. Kok masih ngaji, emang waktu kecil kemana aja? Iya itulah salah saya abai terhadap masalah agama, mohon doa ya kawan semoga Allah mengampuni kelalaian saya ini. Saya juga berusaha belajar bahasa arab walaupun masih level rendah, agar anak saya kelak bisa belajar memahami Al-Quran dan As-Sunnah pertama dari lisan ibunya, agar anak saya kelak tidak asal ber-taklid (ikut-ikutan) dalam soal agama. Yaa.. saya memang belum memiliki keilmuan yang tinggi dan banyak seperti temen-temen. Jika boleh saya pakai pengibaratan (yang mungkin terdengar lebay :-D), saya adalah perempuan yang seperti baru bangun dari tidur panjang melelahkan saat terbangun ternyata pekerjaan yang harus diselesaikan setumpukan gunung *lebay. Atauseperti perempuan yang lumpuh dan sedang dalam proses penyembuhan tapi saya mencoba berlari, berharap bisa lari kencang dalam suatu turnamen lari.
Yap..ini harapan saya.. harapan saya di masa depan adalah menjadi istri yang shalehah saling mengingatkan dan berjalan tuntun menuntun hingga jannahNya dan menjadi ibu shalihah bagi anak-anakku kelak, mendidik sebuah peradaban yang berasal dari rahimku. Mohon doa kawan semoga, baik cita-cita masa kini maupun harapan di masa depan Allah kabulkan. Semoga kalian pun menjadi tonggak keberhasilan peradaban masa depan dalam melanjutkan kehidupan islam. Allahuma aamiin.
*maaf yaa tulisan kali ini miskin ayat Al-Quran maupun haditst :-)*